Oleh: Mohammad Ruslan, S. HI*
SUMENEP - Hampir tak dapat dipungkiri tragedi penyerangan Gus Farid ketua JATMAN Indramayu yang sedang viral di laman media sosial hari ini, mengendikasikan adanya faham radikal dan ekstrimisme di bumi pertiwi masih belum jua usai; meskipun HTI dan FPI telah dibubarkan beberapa tahun silam oleh pemerintah, anehnya faham yang sehaluan dengannya masih saja dipelihara oleh arsitektur peradaban masa kini.
Tulisan singkat ini setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan arah hati, pemikiran, dan faham akidah kemana hendak kita berlabuh.
Radikalisme dan ekstrimisme adalah sebuah aliran keagamaan yang ekstrim tidak menjaga keseimbangan dalam berdialog dengan teks, sehingga dapat memunculkan kecenderungan menyalahi maqosidussyar'i_maksud dan tujuan disyariatkannya sebuah teks agama. Rupa-rupanya yang tersedot dan terjebak pada ekstrimisme perlu membaca banyak kitabnya syekh Thahir bin 'Asyur grend syekh Tunisia tentang maqosidussyar'i dan membaca kitab-kitabnya syekh Ali Jum'ah. Sebuah faham yang menurut Undang-undang no. 5 Tahun 2018 adalah1. Anti pancasila, 2. Anti kebhinnekaan, 3. Anti NKRI, dan4. Anti UUD 1945.jelasnya, radikalisme dan ekstrimisme adalah faham yang memusuhi pemerintah yang sah dan menganggap kelompok yang berbeda dengannya kufur padahal ia belum mengerti secara komprehensif batasan-batasan kufur di dalam agama. Lalu bagaimana Islam menanggapi semua ini.
Agama Islam adalah agama rahmatan lil'alamin, agama kasih sayang, agama yang membangun harmonisasi baik bukan hanya kepada manusia semata tapi juga kepada hewan bahkan pula pada tumbuhan makhluk lainnya (al-Anbiya' : 107). Agama yang mewajibkan taat kepada pemerintah Ulil Amri wainfajara_meskipun pemerintah itu sedikit nakal yang penting tidak memerintah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya (Qs. Annisa' : 59)Agama yang tidak hanya membangun keshalihan individu tapi juga keshalihan sosial (Qs. Ali imran : 112).
Terkait banyaknya aliran yang mengaku aswaja tetapi tidak sejalan dengan qonunil asasi aswaja annahdhiyah, mengaku salafy tetapi tidak mengikuti ulama' salaf sebelum 300 tahun masa hijriyah, yang benar mereka itu hanyalah mustaslif_mengaku-ngaku salaf sembari mudah mengumbar sumpah serapa, tabdi'i membid'ahkan, takfiri mengkafirkan, tasyriki mensyirik-syirikkan, dan tasyqiqi membuat keragu-raguan pada generasi milenial kita hari ini.
Anehnya kita, ya kita ini siapa lagi kalau bukan KITA sang arsitektur peradaban, kadang tak begitu peduli akan bahaya radikalisme, ekstrimisme serta aliran sempalan; saat ada tragedi pembunuhan ulama' Gus Farid kita baru sadar kenapa ini terjadi, padahal syahadatnya sama, suara adzannya sama menggunakan TOA lagi, kok bisa terjadi, seakan kita tak sadar betapa bahayanya ideologi ekstrim bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Anehnya pula jama' dari kita terseret pada ideologi mereka menyalahkan pandangan islam yang moderat, tawasut, dan i'tidal seperti pandangan Nahdhatul Ulama (NU) Annahdhiyah, saya tak fanatik NU, tapi adakah hari ini pandangan yang lebih ideal dari NU, yang menawarkan konsep perdamaian dunia, tasamuh toleransi, tawasut wal i'tidal moderat, yang memelihara dan menghargai budaya yang ada..? jawabannya tentu tidak ada.
Mereka beranggapan Bank haram tapi masih senang menggunakan Bank, isbal haram, jenggot wajib, onani tak membatalkan puasa, ini bid'ah, ini yunnahlah, kok aneh mereka itu, seakan nampak kalau mereka tidak faham hukum dan kurang dalil, kadang mereka setia menjadi abdi negara tapi tak mau hormat bendera merah putih, mereka lupa bahwa hormat dan menyembah itu beda, lupa pula bahwa attaqwa hahuna_takwa itu ada di dalam hati.
Saat mereka menggaungkan konsep khilafah, sebenarnya sederhana sekali mendeteksi bahwa sistem pemerintahan khilafah itu amrul ijtihadi bukan ushuli akidah yaitu dengan tidak adanya dalil qot'i yang mengancam bagi yang tak menerapkannya.
Faham radikal dan ekstrim itu bahaya, sesat dan menyesatkan karena memahami agama tidak runtun dan tidak baik, parsial tidak komprehensif, nampak kepermukaan seakan ada dalil dasar hukumnya tapi nyatanya tidak mengerti nasakh mansukh, tidak mengerti muthlak, muqoyyad, tidak mengerti muhkam, mutasyabih, ta'arudil adillah dll, orang-orang yang beginilah kata saidina Ali r.a. yang akan "sesat dan menyesatkan". Kata teman saya ada baiknya kalau bukan santri jangan bicara hukum, lebih baik bertanya saja.
Baca juga:
Tony Rosyid: Komunikasi Yes, Koalisi No
|
Diantara ideologi mereka yang menurut hematku miris sekali pula, adalah halal membunuh saudara muslim yang dianggap kufur padahal dirinya tak mengerti batasan-batasan kufur dan tidak mengerti bagaimana model jihad semasa Nabi. Pembunuhan yang tak manusiawi kerap mereka lakukan gegara memburu menikahi 700 bidadari di Surga, hematku ini yang namanya jihad bodoh bahlul murakkab.
Tidak salah jika disimpulkan bahwa wahabi adalah new khawarij yang menghalalkan darah saidina Ali dan saidina Umar r.a. dulu, generasi Ibnu Muljam dan Abu lu'lua saat ini menggunakan gaya baru, so that, , , untuk saudaraku seiman, hati-hati jangan meremehkan ideologi salafy wahabi, nampaknya mereka biasa saja tapi negatif impectnya terlalu besar bagi kenyamanan dan keberlangsungan beragama di NKRI kita hari ini.
Syekh Ali Jum'ah, Habib Umar alhafidz, Habib Ali aljufri keliling dunia mengingatkan kita tentang bahayanya salafy wahabi, beliau dzurriyah Nabi, 'alim ahli hadis bukan orang bodoh hanya saja kita kadang tak peduli dan tak memperhatikannya.
Semoga kita dirahmati Allah tetap pada jalan-Nya Ahlussunnah Waljamaah Annahdhiyah. Wallahu a'lam bisshawab.
*Penyuluh Agama Islam Kec. Kangayan Kab. Sumenep, Alumni Nurul Jadid 2009, sekaligus sebagai Katib MWC NU Daandung.